-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kemarahan Warga Usai Mencuatnya Isu Beras Oplosan di Pasaran

Selasa, 15 Juli 2025 | Juli 15, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-17T04:40:45Z

BEKASI, - Kemarahan warga tak dapat dibendung seiring mencuatnya isu dugaan beras oplosan yang beredar di pasaran.

Nani (56), warga Beji Timur, Depok, merasa dirugikan karena beras premium yang biasa dibeli diduga dioplos dan takarannya dalam kemasan dikurangi produsen.

Ia mengaku sengaja membeli beras dengan harga lebih mahal supaya kualitasnya bagus. Namun, dalam parktiknya malah dicurangi.

"Kadang kita beli beras mahal karena berharap kualitasnya bagus. Tapi kalau ternyata dioplos, ya namanya menipu. Ini menyakiti hati masyarakat kecil seperti saya," ujar Nani kepada saat ditemui, Minggu (13/7/2025).

Menurut dia, selama ini banyak warga yang tidak sadar telah menjadi korban karena percaya pada label dan merek di kemasan beras.

"Sebenarnya yang disayangkan kalau warga enggak sadar beli 5 kg tapi isinya kurang. Saya pernah sekali kejadian, cuma karena merasa percaya dengan penjual, terima aja,”"keluhnya.

Dikhianati

Hal senada disampaikan Hikmah (32), ibu rumah tangga di Kukusan, Depok. Ia mengaku resah dengan dugaan beredarnya beras oplosan ini.

"Kami ini ibu-ibu yang mengatur dapur. Kalau harga mahal tapi kualitasnya jelek atau beratnya kurang, jelas kami yang paling dirugikan," kata Hikmah.

Hikmah mengaku kerap membeli beras dalam kemasan bermerek di toko swalayan karena berharap kualitasnya lebih baik.

Namun, dengan adanya temuan ini, dia merasa kepercayaannya terhadap produk kemasan dikhianati.

"Saya pikir beli beras kemasan itu lebih terpercaya, ternyata malah ada yang nakal. Ini benar-benar mengecewakan," ucap dia.

Hikmah berharap pemerintah memberikan pengawasan yang lebih ketat terhadap produsen beras, terutama yang sudah menjangkau pasar ritel nasional.

"Jangan sampai ibu-ibu di rumah terus jadi korban karena kelalaian atau kelicikan perusahaan," kata Hikmah.

Dirugikan

Sementara itu, Desi (34), warga Jakarta Timur mengaku rutin membeli beras setiap minggu, bahkan kerap memilih beras dengan label premium demi memberikan yang terbaik bagi keluarganya.

"Saya kaget banget ya dengar berita ini. Soalnya saya beli beras kan tiap minggu, kadang pilih yang kemasan premium karena mikirnya pasti lebih bagus buat keluarga,” kata Desi.

Namun, setelah mendengar kabar bahwa beras-beras premium diduga oplosan dan berat kemasannya dikurangi, Desi merasa sangat dirugikan.

"Eh ternyata bisa jadi itu beras oplosan, dan beratnya pun dikurangi. Gila aja, kita udah bayar mahal, ternyata ditipu. Ini mah nyakitin rakyat kecil, apalagi yang pas-pasan kayak saya. Kenapa sih semua-muanya ditipu, pakai segala dioplos," ungkap Desi.

Hal senada juga disampaikan oleh Aminah (58). Pedagang nasi di kawasan Bogor ini mengaku sangat dirugikan dengan kondisi ini.

Baginya, beras bukan sekadar kebutuhan pokok, tapi juga barang dagangan yang menentukan kelangsungan hidupnya.

"Saya nih jualan buat nyambung hidup, modal pas-pasan. Kalau berasnya ternyata dikurangin beratnya atau kualitasnya nggak sesuai, ya jelas rugi dobel. Nggak cuma saya, semua rakyat kecil yang makan beras tiap hari juga jadi korban," ucap Aminah.

Ratusan merek beras diduga melanggar

Terpisah, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan, sekitar 212 merek beras terindikasi melakukan pelanggaran.

Bentuk pelanggarannya pun beragam dan sangat merugikan konsumen. Ada yang mengurangi berat bersih dalam setiap kemasan.

Ada pula yang mengoplos beras berkualitas premium dengan beras berkualitas di bawahnya lalu dijual mahal.

"Contoh, ada volume yang mengatakan 5 kilogram, padahal 4,5 kilogram," ungkap Amran melalui video yang diterima , Sabtu (12/7/2025).

“Kemudian, ada yang mengatakan bahwa ini (produk) premium, padahal itu adalah beras biasa," lanjut dia.

Praktik mengoplos beras itu bisa menyebabkan selisih harga Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram lebih mahal dibandingkan harga asli.

Jika praktik ini berlangsung selama 10 tahun kerugian bisa mencapai Rp 1.000 triliun.

Oleh karena itu, dia telah melaporkan temuan ini ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Ia juga meminta agar produsen-produsen nakal itu segera ditindak tegas secara hukum.

“Katakanlah 10 tahun (praktik penipuan dilakukan), Rp 1.000 triliun. Kalau 5 tahun Rp 500 triliun. Ini kerugian," lanjut dia.

Ia sekaligus mengimbau kepada seluruh produsen beras se-Indonesia untuk bersikap jujur.

"Pengusaha beras seluruh Indonesia, jangan melakukan hal serupa. Tolong menjual beras sesuai standar yang sudah ditentukan," kata Amran.

×
Berita Terbaru Update