
– Tips ampuh menangani kritik tanpa bersikap defensif menjadi keterampilan penting yang dapat membangun citra positif dan hubungan yang sehat.
Dalam konteks ini, defensif adalah sikap yang cenderung menolak, membantah, atau merasa terancam ketika menerima masukan.
Menguasai seni menerima kritik dengan bijak tidak hanya membantu menangani situasi sulit, tetapi juga membuka peluang untuk belajar dan berkembang.
Oleh karena itu, memahami tips yang tepat dalam menghadapi kritik dapat menjadi langkah awal untuk mengelola emosi dan menjaga komunikasi tetap konstruktif.
Dilansir dari geediting.com pada Kamis (14/8), bahwa ada delapan tips ampuh menangani kritik tanpa bersikap defensif.
- Menerima masukan dengan terbuka
Masukan yang menyakitkan sebenarnya dapat menjadi alat yang berharga untuk pertumbuhan diri.
Seperti cermin yang memantulkan kekurangan kita, masukan negatif sering kali menunjukkan area yang mungkin tidak kita sadari sebelumnya.
Orang dengan kecerdasan emosional tinggi memahami konsep ini dengan baik dan tidak menghindar dari komentar yang tidak menyenangkan.
Mereka justru merangkul masukan tersebut dan melihatnya sebagai peluang untuk memperbaiki diri.
Ketika seseorang memberikan komentar yang tidak menyenangkan, alih-alih mundur atau membalas, mereka mengambil napas dalam-dalam dan mendengarkan dengan saksama.
- Tidak menganggap sebagai serangan pribadi
Salah satu pembelajaran terpenting adalah memisahkan masukan tentang pekerjaan atau perilaku dari identitas diri sebagai individu.
Ketika seseorang menunjukkan kelemahan dalam karya atau tindakan kita, hal tersebut bukanlah refleksi dari nilai diri kita secara keseluruhan.
Orang yang cerdas secara emosional mampu membuat distinsi yang jelas antara penilaian terhadap hasil kerja dengan penilaian terhadap kepribadian mereka.
Mereka memahami bahwa masukan yang diberikan umumnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan, bukan untuk merendahkan kemampuan atau nilai mereka sebagai manusia.
Pemahaman ini memungkinkan mereka untuk menerima masukan tanpa merasa diserang secara personal.
- Menerapkan teknik mendengarkan aktif
Mendengarkan aktif adalah pendekatan komunikasi yang melibatkan pemahaman mendalam terhadap perspektif pembicara, bukan sekadar menunggu giliran untuk berbicara.
Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Carl Rogers dan Richard Farson pada tahun 1950-an.
Orang dengan kecerdasan emosional tinggi mahir dalam teknik ini dan tidak akan menyela atau mulai memikirkan argumen balasan ketika menerima masukan.
Mereka memberikan perhatian penuh kepada pembicara dan menunjukkan rasa hormat terhadap sudut pandang yang disampaikan.
Pendekatan ini memungkinkan mereka untuk menangkap pesan sebenarnya di balik masukan yang diterima, sekaligus menunjukkan kepada pemberi masukan bahwa pendapat mereka dihargai.
- Merespons dengan bijak alih-alih bereaksi impulsif
Terdapat perbedaan mendasar antara bereaksi dan merespons terhadap suatu situasi.
Reaksi cenderung spontan, didorong oleh emosi sesaat, sementara respons lebih terukur dan dipikirkan dengan matang.
Orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi adalah master dalam hal memberikan respons yang tepat.
Ketika menghadapi masukan yang tidak menyenangkan, mereka tidak langsung memberikan reaksi atau membela diri secara impulsif.
Mereka mengambil waktu sejenak untuk memproses informasi, merumuskan pemikiran, dan kemudian merespons dengan tenang dan terkendali.
- Mencari klarifikasi untuk pemahaman yang lebih baik
Ketika menghadapi masukan yang samar atau tampak tidak berdasar, langkah yang bijak adalah meminta penjelasan lebih lanjut.
Alih-alih langsung menolak atau mengabaikan masukan tersebut, orang yang cerdas secara emosional akan mengajukan pertanyaan untuk memahami konteks yang lebih jelas.
Mereka berusaha memahami faktor-faktor yang membuat seseorang membentuk pendapat atau memberikan komentar tertentu.
Dengan mengajukan pertanyaan seperti "Bisakah kamu menjelaskan maksudmu?" atau "Bisakah kamu memberikan contoh kapan aku melakukan hal itu?", mereka dapat memperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang permasalahan yang diangkat.
Pendekatan ini tidak hanya membantu mereka memahami perspektif pemberi masukan, tetapi juga memberikan kesempatan untuk menjelaskan tindakan atau pendekatan mereka jika diperlukan.
- Menunjukkan rasa terima kasih atas masukan yang diberikan
Meskipun terdengar aneh, menunjukkan rasa syukur atas masukan yang diterima sebenarnya adalah respons yang cerdas.
Masukan, terutama yang bersifat konstruktif, merupakan bentuk umpan balik yang dapat membantu seseorang berkembang dan meningkatkan kemampuan.
Memberikan umpan balik yang jujur memerlukan keberanian, dan orang yang memberikannya sering kali melakukannya karena peduli terhadap perkembangan kita.
Orang dengan kecerdasan emosional tinggi memahami hal ini dan menunjukkan apresiasi kepada pemberi masukan.
Pendekatan ini tidak hanya meredakan ketegangan yang mungkin timbul, tetapi juga memperkuat budaya komunikasi yang terbuka dan positif.
- Melakukan refleksi dan pembelajaran dari masukan
Setelah percakapan berakhir, orang yang cerdas secara emosional tidak langsung melupakan masukan yang diterima.
Mereka meluangkan waktu untuk merefleksikan umpan balik yang telah diberikan dan mempertimbangkan poin-poin yang disampaikan.
Proses evaluasi terhadap tindakan atau perilaku mereka dilakukan untuk mengidentifikasi area yang dapat diperbaiki.
Mereka melihat masukan sebagai kesempatan untuk belajar dan peluang untuk menjadi lebih baik dalam bidang yang mereka tekuni.
Refleksi ini bukan tentang berkutat pada hal-hal negatif, melainkan tentang mengakui kelemahan, belajar darinya, dan bergerak maju dengan pengetahuan serta kebijaksanaan yang lebih besar.
- Mempertahankan pola pikir yang berorientasi pada pertumbuhan
Inti dari kemampuan menghadapi masukan tanpa merasa diserang adalah mempertahankan pola pikir yang berorientasi pada pertumbuhan atau growth mindset.
Konsep ini dipopulerkan oleh psikolog Carol Dweck dan berkaitan dengan keyakinan pada kemampuan diri untuk terus belajar dan berkembang.
Orang yang cerdas secara emosional dengan pola pikir pertumbuhan tidak memandang masukan sebagai serangan personal atau tanda kegagalan, melainkan sebagai peluang untuk pengembangan diri.
Mereka memahami bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan selalu ada ruang untuk perbaikan.
Dengan perspektif ini, masukan menjadi alat untuk pembelajaran daripada senjata yang melukai, sehingga proses menerima umpan balik menjadi lebih memberdayakan daripada menakutkan.
***