
KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( KontraS ) menilai prajurit TNI pelaku kekerasan sering menawarkan ganti rugi kepada korban atau keluarga demi meringankan hukumannya. Termasuk dalam perkara pembunuhan anak MAF oleh dua anggota TNI di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
“Kami melihat ada pola pengkondisian dari militer agar korban menerima “tali asih” untuk berdamai,” ujar Kepala Bidang Operasional KontraS Sumut, Adinda Zahra Noviyanti, dalam dalam diskusi publik bertajuk Vonis Ringan Pembunuhan oleh TNI di Medan: Bukti Nyata Urgensi Reformasi Peradilan Militer yang diselenggarakan secara daring, pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Menurut Adinda, tawaran “tali asih” tak hanya berasal dari pelaku saja, tapi juga dari sejumlah pihak yang mengaku sebagai perwakilan TNI. Penawaran “tali asih” itu terkadang dilakukan dengan paksaan. “Untungnya dalam kasus ini keluarga korban dengan tegas sejak awal menolak tali asih,” ujar Adinda.
KontraS pun mengkritik hakim di pengadilan militer yang sering menggunakan bantuan “tali asih” sebagai bahan pertimbangan untuk meringankan vonis terdakwa. Padahal restitusi atau ganti rugi seharusnya dimuat dalam putusan sidang. Bukan diberikan ketika persidangan masih bergulir agar dapat dijadikan alasan meringankan hukuman. “Seolah-olah bisa mengurangi pertanggungjawaban pelaku, seolah-olah nyawa seseorang bisa digantikan dengan uang,” kata Adinda.
Dalam perkara pembunuhan MAF, Hakim Pengadilan Militer 1-02 Medan menjatuhkan vonis hukuman penjara 2 tahun 6 bulan serta denda sebesar Rp 200 juta terhdap Sersan Kepala (Serka) Darmen Hutabarat dan Sersan Dua (Serda) Hendera Fransisco Manalu pada Kamis, 7 Agustus 2025. Keduanya dinyatakan terbukti menembak MAF, 13 tahun, di Jalan Lintas Sumatera, Kabupaten Serdang Bedagai, pada 1 September 2024.
Keduanya sebelumnya dituntut oditur militer melanggar Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain. Ancaman pidananya penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
Selain dua anggota TNI tersebut, empat warga sipil didudukkan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Sei Rampah. Mereka adalah Agung Pratama, M. Abdillah Akbar, Eduardus Jeriko Nainggolan, dan Paul M. Sitompul.
Menukil dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Sei Rampah, keempatnya sudah diputuskan bersalah. Agung dan Abdillah divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara. Eduardus dan Paul divonis 10 bulan penjara dengan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan.