
.CO.ID, JAKARTA — Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menyebut 12 jam pertama menjadi waktu krusial untuk menyelamatkan dana korban penipuan atau scam .
“Jadi 12 jam itu sebenarnya critical time . Kalau lebih dari itu, akan jauh lebih sulit (dana diamankan dari pelaku). Tidak bisa dibilang tidak mungkin, tapi jauh lebih sulit melakukan penelusuran dan pemblokiran yang efektif,” kata Mahendra di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Mahendra menjelaskan, dalam periode kritis tersebut dana korban biasanya segera dipindahkan oleh pelaku melalui beragam cara, mulai dari perpindahan rekening berlapis ( multilayer ) hingga alih dana ke platform nonbank seperti e-commerce , dompet digital ( e-wallet ), maupun kripto.
Karena itu, semakin lama korban melapor ke Indonesia Anti Scam Centre (IASC), semakin sulit penelusuran perpindahan dana dilakukan. Ia menekankan, kecepatan laporan harus menjadi kesadaran masyarakat Indonesia. “Terbukti mereka yang lebih cepat memberikan pelaporan, probabilitas dana yang bisa diselamatkan jauh lebih tinggi dibandingkan yang melapor setelah lewat critical time ,” ujarnya.
Mahendra menambahkan, banyak korban terlambat melapor karena tidak menyadari dirinya menjadi korban scam atau merasa malu.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, juga menegaskan pentingnya kecepatan laporan. “Meskipun sudah ada Anti Scam Centre, kesadaran masyarakat juga penting. Lindungi diri, kalau ada apa-apa segera laporkan,” katanya.
IASC dibentuk OJK bersama anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) dengan dukungan pelaku industri jasa keuangan. Pusat ini bertugas mempercepat koordinasi antarpenyedia jasa keuangan dalam penanganan laporan penipuan, termasuk menunda transaksi, memblokir rekening, mengidentifikasi pihak terkait, mengupayakan pengembalian dana korban yang masih tersisa, serta melakukan penindakan hukum.
Sejak diluncurkan pada November 2024 hingga 17 Agustus 2025, IASC menerima 225.281 laporan dengan total kerugian Rp4,6 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp349,3 miliar berhasil diblokir atau diselamatkan.
Jumlah rekening yang dilaporkan mencapai 359.733 rekening, sementara rekening yang berhasil diblokir sebanyak 72.145. Rata-rata laporan yang diterima IASC mencapai 700–800 per hari, jauh lebih tinggi dibandingkan Singapura (sekitar 140 laporan per hari) dan Malaysia (130 laporan per hari).
OJK akan 'matikan' pelaku scam
OJK menegaskan akan memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku penipuan atau scam keuangan. Pelaku dipastikan tidak akan bisa mengakses seluruh layanan finansial di sektor jasa keuangan.
“Mereka yang kami tengarai melakukan scam dan fraud di sektor jasa keuangan, kita akan proses tindakan hukum, dan juga kita akan ‘matikan’ mereka di sektor keuangan, dalam arti adalah mereka tidak hanya rekening tersebut yang kita tutup, kita blokir, tetapi juga semua mengacu kepada NIK. Kita tutup ke seluruh sektor jasa keuangan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen yang juga Anggota Dewan Komisioner OJK Frederica Widyasari Dewi.
Frederica atau biasa disapa Kiki mengungkapkan tingginya kerugian finansial yang dialami oleh masyarakat korban penipuan/ scam . “Jadi, tidak hanya enak saja dia (pelaku scam ) cuma ditutup rekeningnya, tetapi dia bisa melenggang ke rekening-rekening yang lain atau sektor keuangan yang lain. Kita akan bersama-sama melakukan penindakan, juga mempersempit gerak mereka, kalau bisa mereka tidak bisa bergerak ya di sektor jasa keuangan karena semau akan terintegrasi di sistem OJK di (aplikasi) Si Pelaku,” jelas Kiki.
Kiki melanjutkan, dengan tingginya jumlah penipuan dan kerugian yang dialami oleh masyarakat, OJK berkomitmen untuk lebih tegas dalam menindak para pelaku penipuan. Di antaranya bekerja sama dengan pihak penegak hukum melalui IASC untuk melakukan tindakan langsung terhadap aksi penipuan keuangan.