
- Pakar hukum tata negara Mohammad Mahfud MD turut menyoroti kasus hukum Silfester Matutina. Dia menyoroti sikap Kejaksaan Agung (Kejagung) yang tidak kunjung mengeksekusi Silfester. Putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Silfester adalah 1,5 tahun penjara.
Menurut Mahfud MD, seharusnya Silfester sudah dieksekusi. Kejaksaan sebagai lembaga yang berwenang melakukan eksekusi harus segera menjalankan tugas dan menyampaikan penjelasan. Sebab, Silfester sudah dihukum oleh pengadilan, bahkan MA.
”Seharusnya Kejagung segera menjawab seperti yang sudah-sudah, kalau ada kasus kadang kala jaksa agung-nya sendiri yang muncul, kadang humasnya, segera menjawab. Sekarang, mengapa tidak dieksekusi, apa yang sekarang dilakukan oleh Kejagung sesudah tahu dia tidak eksekusi,” ungkap Mahfud dikutip dari podcast Terus Terang Mahfud MD pada kanal YouTube Mahfud MD Official pada Selasa (19/8)
Diakui oleh Mahfud, keheranannya sama dengan masyarakat banyak. Silfester sudah dihukum oleh pengadilan hingga level MA, namun tidak kunjung dieksekusi. Padahal, Silfester tidak melarikan diri atau menghilang. Dia kerap muncul dengan bebas di ruang-ruang publik.
”Apa yang sedang dilakukan Kejagung ini pertanyaan masyarakat, ini jaksa agung mau apa sih sudah tahu ada begitu kok tidak dijelaskan, kalau tidak benar silakan jelaskan,” imbuhnya.
Tokoh asal Madura yang pernah menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu khawatir, antara Kejari Jakarta Selatan (Jaksel) dengan Pengadilan Negeri Jaksel malah saling tuding atau saling lempar. Terlebih, Peraturan Kejagung Nomor 13 Tahun 2019 menyatakan, 3 hari sesudah menerima pemberitahuan, kejaksaan harus mengeluarkan P48 atau putusan eksekusi.
”Sesudah dilaksanakan dan eksekusi dinyatakan sudah sempurna, yaitu penyerahan terpidana kepada kalapas atau karutan, yang ditandatangani oleh eksekutor, oleh jaksa, kalapas atau karutan dan terpidana. Itu sudah sempurna, sudah bukan urusan kejaksaan, itu Kementerian Hukum. Di sini tidak ada tindakan apa-apa, sampai sekarang penjelasannya apa” terang Mahfud.
Berkaitan dengan dalih daluwarsa dan tidak bisa dieksekusi, Mahfud menjelaskan bahwa daluwarsa ada 2 yaitu hilangnya hak untuk menuntut dan hilangnya kewajiban masuk penjara seperti diatur Pasal 78 KUHP. Dia lantas menekankan, keduanya tidak bisa diterapkan karena Silfester sudah divonis dan dipidana.
Lantas soal Peninjauan Kembali (PK), mantan menko polhukam itu menekankan bahwa PK sesuai UU tidak menangguhkan eksekusi karena terlepas apapun putusan PK terpidana tetap harus dieksekusi. Selain itu, novum atau bukti baru harus bukti yang sudah ada sebelum vonis, bukan dibuat baru karena mungkin ada perubahan politik.