Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Masalah Kesehatan Mental Hantui Penderita Vitiligo,Berikut Kesalahpahaman yang Perlu Diluruskan

Kamis, 05 Juni 2025 | Juni 05, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-07T13:20:44Z

, JAKARTA - Tak sedikit penderita vitiligo mengalami masalah kesehatan mental, karena pada kulit mereka terdapat bercak putih yang tampak kontras dengan warna kulit asli.

Kondisi demikian memicu perasaan rendah diri, cemas, bahkan depresi, karena kulit mereka berbeda dengan orang pada umumnya.

Karena minimnya wawasan masyarakat awam, penderita vitiligo mengalami stigma.

Menurut survei Ethiopia dari 2020Trusted Source, stigma yang muncul bervariasi, bergantung posisi sosial ekonomi, budaya, dan tingkat pendidikan.

Kesalahpahaman umum yang dapat memunculkan stigma meliputi bahwa vitiligo adalah penyakit menular.

Selain itu tak dapat disembuhkan. Ada juga yang menganggap si penderita kjurang menjaga rutinitas kebersihan.

Ada juga yang menganggap vitiligo sebagai tanda kusta. Kemudian dinilai berkaitan dengan pola makan yang kekurangan nutrisi.

Tak sedikit pula, yang menduga vitiligo penyakit keturunan dan pertanda kanker kulit. Parahnya, ada yang meyakini itu sebagai hukuman dari tuhan dan kutukan.

Padahal semua anggapan tersebut sama sekali tidak benar.

“Kesalahpahaman terburuk tentang vitiligo adalah bahwa penyakit ini menular, ini tidak benar. Tapi, kepercayaan bahwa penyakit ini menular dapat menimbulkan rasa takut dan diskriminasi terhadap orang yang mengidap penyakit ini,” kata Dr. Cameron Rokhsar, dokter kulit bersertifikat dan ahli bedah kulit laser di New York City seperti dikutip Healthline.

Memasuki bulan Juni, dunia memperingati Bulan Kesadaran Vitiligo (Vitiligo Awareness Month), termasuk di Indonesia.

Momentum ini pun digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang vitiligo, mengurangi stigma, serta mendukung penelitian dan perawatan bagi mereka yang hidup dengan kondisi ini.

Vitiligo sendiri adalah kelainan pigmentasi kulit yang terjadi akibat hilangnya melanin, sehingga memunculkan bercak-bercak putih yang tampak kontras dengan warna kulit asli.

Menurut publikasi ilmiah di Indonesia, prevalensi vitiligo berkisar antara 0,2–2 persen, sejalan dengan angka prevalensi global.

Menariknya, vitiligo sering muncul pada usia muda, dengan rata-rata awal kemunculan sekitar 7,3 tahun.

Untuk mengurangi stigma, masyarakat didorong untuk membagikan informasi edukatif melalui media sosial, mengikuti kampanye kesadaran vitiligo dan mendukung organisasi dan klinik yang fokus pada penelitian serta perawatan vitiligo.

Di tengah kampanye global bulan ini, C Derma sebagai salah satu klinik spesialis dermatologi terkemuka di Indonesia, menegaskan komitmennya dalam memberikan edukasi dan penanganan vitiligo secara medis dan terukur melalui terapi kombinasi.

Bahkan sejak 2019, mereka konsisten menyediakan rangkaian terapi yang meliputi obat topikal seperti krim Vitiskin, suplemen oral, terapi sinar UV, injeksi growth factor, hingga prosedur skin graft (cangkok kulit).

“Vitiligo merupakan tantangan besar bagi kami para dokter dermatologi,” kata dr Maureen Situmeang, SpDVE, dokter spesialis dermatovnereologi dan estetika di C Derma di Jakarta,  baru-baru ini.

Dikatakannya, dampak vitiligo bukan hanya terlihat pada kulit, tetapi juga memengaruhi kualitas hidup dan kepercayaan diri pasien.

"Karena itu, kami menyediakan terapi yang presisi, menargetkan area bercak kulit tanpa memberikan dampak negatif pada kulit normal,” lanjutnya.

Sejak menyediakan terapi vitiligo pada 2022, tercatat lebih dari 450 pasien terbantu.

Dari jumlah itu, 95 persen pasien menunjukkan respons positif berkat opsi terapi yang disesuaikan dengan kondisi individu.

Para dokter spesialis antara lain dr. Srie Prihianti G, SpDVE, Subsp DA, PhD, yang juga pengurus Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (PERDOSKI) turut mengedukasi bahwa vitiligo bukan kondisi yang harus dibiarkan tanpa solusi.

Aloysius Wahyu menceritakan kondisi anaknya bernama Gabriel Zoey yang menderita vitiligo.

Dikatakannya, bercak vitiligo pertama kali muncul di kulit Zoey ketika berusia 5 tahun. Kondisinya membaik dan bercak putihnya tak muncul lagi setelah mendapat perawatan yang tepat.

"Dengan terapi yang tepat, vitiligo dapat dikelola dan kualitas hidup pasien bisa meningkat secara signifikan," kata Aloysius.

×
Berita Terbaru Update