
Ketika hendak bertemu orang lain dalam konteks apapun, memiliki karakter dan ciri khas yang berbeda. Ada yang suka basa-basi atau bahkan senang dengan percakapan yang mendalam.
Dikutip dari laman Fakultas Psikologi UII pada Jumat (06/06) negeri kita Indonesia ini dikenal sebagai warga negara yang paling ramah, sehingga basa-basi sudah menjadi hal yang wajar ketika bertemu dengan orang.
Tapi terkadang basa-basi itu bisa menjurus pada hal yang tidak disukai orang-orang, seperti bertanya tentang urusan pribadi.
Ada juga beberapa orang yang tidak suka basa-basi tapi cenderung ngobrol dengan percakapan yang mendalam, melansir dari Ge Editing pada Jumat (06/06) mereka punya 7 karakteristik kepribadian ini :
1. Keterbukaan yang tinggi terhadap pengalaman
Orang-orang yang sangat terbuka menyukai ide-ide, hal baru, dan pemikiran abstrak, tepatnya bahan-bahan dari percakapan yang berdaging.
Mereka adalah orang-orang yang bersemangat untuk membongkar sebuah film dokumenter yang baru saja mereka tonton atau memperdebatkan etika AI.
Keterbukaan juga memprediksi rasa ingin tahu tentang dunia batin orang lain, sehingga orang-orang ini secara alami mengarahkan pembicaraan ke arah nilai-nilai, kepercayaan, dan pertanyaan "mengapa" daripada sebatas basa-basi.
2. “Kebutuhan untuk kognisi" yang kuat
Psikolog menggunakan istilah kebutuhan akan kognisi (NFC) untuk menggambarkan kecenderungan untuk "terlibat dan menikmati pemikiran yang berusaha."
Meta-analisis menunjukkan bahwa orang-orang dengan NFC tinggi melaporkan kepuasan hidup yang lebih besar dan kecemasan yang lebih rendah, sebagian karena mereka menyalurkan energi mental mereka ke dalam refleksi daripada perenungan.
Percakapan yang mendalam hampir dibuat khusus untuk memuaskan rasa gatal untuk menganalisis dan memahami dunia.
3. Keaslian dan topeng sosial yang rendah
Dialog substantif membutuhkan kerentanan, kamu harus menunjukkan apa yang sebenarnya dipikirkan dan dirasakan.
Penelitian tentang kedalaman percakapan menemukan bahwa orang-orang menikmati pengungkapan otentik jauh lebih dari yang mereka perkirakan, tapi sebagian besar menahan diri karena takut akan penilaian.
Mereka yang terbiasa memilih kedalaman menandakan bahwa merasa nyaman melepaskan topeng sosial dan menghargai keaslian pada orang lain.
4. Kecerdasan emosional (EQ) di atas rata-rata
Percakapan yang bermakna bukan hanya tentang ide-ide besar, ini juga tentang mendengarkan emosi, membaca di antara baris, dan merespons dengan empati.
Penulis tentang EQ di tempat kerja mencatat bahwa para pemimpin yang melakukan pemeriksaan rutin dan lebih dalam menumbuhkan tim yang lebih bahagia dan lebih terlibat.
Dalam kehidupan sehari-hari, individu dengan EQ tinggi dengan mudah menavigasi topik sensitif karena mereka merasakan kapan harus menyelidiki, kapan harus mendengarkan, dan kapan harus membiarkan keheningan.
5. Introversi reflektif tetapi tidak harus pemalu
Introvert tidak selalu antisosial, banyak yang lebih memilih percakapan dengan tujuan. Kedalaman memungkinkan mereka untuk melewati obrolan permukaan yang dapat terasa terlalu merangsang dan menyelam langsung ke materi yang memicu kehidupan batin mereka.
Studi menunjukkan bahwa baik introvert maupun ekstrovert meremehkan betapa bermanfaatnya pembicaraan yang lebih dalam dengan orang asing, tetapi efeknya bahkan lebih kuat bagi orang introvert karena selaras dengan gaya reflektif mereka.
6. Empati dan orientasi prososial
Orang-orang yang secara naluriah menyukai percakapan yang mendalam, cenderung mendapat nilai lebih tinggi pada skala empati.
Mereka memperoleh kepuasan dari pemahaman dan dipahami. Kedalaman bukan hanya intelektual, tapi itu relasional.
7. Didorong oleh tujuan, pandangan eudaimonic
Beberapa kepribadian mengejar kesenangan atau kesejahteraan hedonik, sementara yang lain mengejar makna dan pertumbuhan pribadi (kesejahteraan eudaimonik).
Percakapan yang mendalam akan membiarkan orang mengeksplorasi nilai-nilai, etika, dan tujuan jangka panjang.
Tindak lanjut Universitas Arizona terhadap studi asli Mehl bahkan menemukan bahwa obrolan ringan itu sendiri tidak "buruk" itu hanya netral, sedangkan obrolan mendalam secara positif terkait dengan kebahagiaan.