AKSARA JABAR - Setiap tanggal 31 Juli, dunia memperingati Hari Penjaga Hutan Sedunia (World Ranger Day) untuk menghormati para penjaga hutan yang telah mendedikasikan hidup mereka dalam melindungi kawasan hutan dan keanekaragaman hayati.
Di Indonesia, peringatan Hari Penjaga Hutan Sedunia ini menjadi sangat relevan, mengingat luas hutan yang terus menyusut dan ancaman yang dihadapi para penjaganya, baik yang nyata maupun simbolik.
- 30 Juli, Hari Ikrar Gerakan Pramuka: Saatnya Menguatkan Pendidikan Karakter Lewat Kurikulum Merdeka
- Asal Usul Nama Tenggarong dan Sejarah Kota Kerajaan di Jantung Kalimantan Timur
Penjaga Hutan: Garda Terdepan Pelestarian Alam
Di Indonesia, penjaga hutan dikenal sebagai Polisi Kehutanan (Polhut) atau Rimbawan yang bertugas di kawasan konservasi seperti taman nasional, cagar alam, hingga hutan adat. Mereka bertanggung jawab dalam mencegah perambahan, perburuan liar, dan kebakaran hutan. Namun, tugas ini bukan tanpa risiko. Mereka sering menghadapi ancaman dari pelaku ilegal, medan ekstrem, dan minimnya fasilitas pendukung.
Laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa deforestasi di Indonesia masih menjadi persoalan serius, terutama di Kalimantan, Papua, dan Sumatera. Di tengah kondisi tersebut, kehadiran para penjaga hutan menjadi sangat krusial.
Penjaga Hutan dalam Tradisi dan Mitologi
Menariknya, selain petugas resmi, masyarakat Indonesia sejak lama juga mengenal sosok penjaga hutan dalam bentuk mitologis atau simbolik. Mereka hadir sebagai representasi kearifan lokal yang menjaga harmoni antara manusia dan alam. Salah satu tokoh mitologi yang dikenal sebagai penjaga hutan adalah Bebegig Sukamantri dari Ciamis, Jawa Barat.
Bebegig adalah tokoh tradisional menyerupai orang-orangan sawah atau makhluk menakutkan, namun fungsinya lebih dari sekadar pengusir burung. Dalam masyarakat Desa Sukamantri, Ciamis, Bebegig dipercaya sebagai simbol penjaga hutan Sukamantri—sebuah kawasan hutan lindung di kaki Gunung Sawal.
Masyarakat percaya bahwa Bebegig tidak hanya menjaga hutan dari gangguan manusia, tetapi juga menjaga keselarasan spiritual antara manusia dan alam. Dalam upacara adat tertentu, masyarakat mengarak Bebegig ke hutan sebagai bentuk penghormatan dan doa agar hutan tetap lestari dan tidak diganggu oleh tangan jahil.
Relevansi Budaya dan Konservasi
Perpaduan antara penjaga hutan resmi dan simbolik menunjukkan bahwa pelestarian alam di Indonesia bukan hanya soal regulasi dan kebijakan, tetapi juga menyangkut budaya dan spiritualitas lokal. Spirit penjaga hutan hidup dalam cerita rakyat, kesenian, hingga ritus adat.
Oleh karena itu, Hari Penjaga Hutan Sedunia menjadi momen penting untuk:
- Mengapresiasi kerja keras Polhut dan masyarakat adat dalam menjaga hutan.
- Mendorong pelestarian tradisi penjaga hutan lokal seperti Bebegig.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga hutan dari sisi ekologi maupun budaya.
Hutan Indonesia bukan hanya rumah bagi flora dan fauna, tetapi juga menyimpan warisan budaya yang kaya. Di balik lebatnya pepohonan, ada para penjaga yang bekerja dalam senyap—baik manusia maupun simbolik seperti Bebegig. Mari rayakan Hari Penjaga Hutan Sedunia dengan menjaga warisan alam dan budaya kita bersama.***