-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Berkaca dari Gempa Rusia, Pakar ITB Ingatkan Indonesia Berada di Jalur Ancaman Serupa

Kamis, 31 Juli 2025 | Juli 31, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-02T07:00:30Z

PIKIRAN RAKYAT – Pada 30 Juli 2025 kemarin, terjadi gempa bumi yang cukup dahsyat di wilayah Kamchatka, Rusia. Gempa terjadi dengan magnitudo mencapai 8,7.

Bencana alam ini menjadi sorotan terutama di dunia seismologi karena terjadi di zona seismic gap atau wilayah yang secara historis pernah mengalami gempa besar, tetapi dalam waktu lama tidak menunjukkan aktivitas signifikan.

Pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Irwan Meilano, S.T., M.Sc., menjelaskan bahwa zona ini menyimpan potensi besar (gempa bumi) karena terjadi akumulasi energi dalam jangka panjang.

Prof Irwan menjelaskan jika sebelumnya di wilayah Rusia itu pernah terjadi gempa yang dengan magnitudo yang cukup besar, seperti yang terjadi pada 30 Juli 2025 kemarin.

"Di bagian utara Kamchatka pernah terjadi gempa magnitudo 9 pada tahun 1950-an, sementara bagian selatannya pernah diguncang gempa magnitudo 8,1 pada dekade 1960 hingga 1970-an," ungkap Prof. Irwan, yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa wilayah Kamchatka belum mengalami gempa di atas magnitudo 8 dalam kurun waktu 80 hingga 100 tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan adanya pelepasan energi besar dari zona megathrust yang selama ini tertahan.

Wilayah Kamchatka sendiri memiliki kemiripan tektonik dengan beberapa daerah rawan gempa di Indonesia. Dalam studinya Prof. Irwan menyebutkan pantai barat Sumatra, selatan Jawa, dan utara Halmahera sebagai wilayah yang memiliki karakteristik serupa.

Foreshock dan Aftershock

Gempa Kamchatka ini tidak datang secara tiba-tiba. Prof. Irwan mengungkapan sekira satu minggu sebelumnya, telah terdeteksi aktivitas foreshock atau gempa awal dengan magnitudo 7. Status gempa awal ini baru dapat dikonfirmasi setelah gempa utama terjadi.

"Setelah gempa utama, kita umumnya akan menghadapi gempa-gempa susulan (aftershock). Dalam beberapa kasus, gempa susulan bisa lebih besar, seperti yang terjadi di Lombok pada tahun 2018," ujar Prof. Irwan.

Namun, ia memperkirakan gempa susulan di Kamchatka kali ini akan memiliki magnitudo lebih kecil. Mengingat rendahnya kepadatan penduduk di kawasan tersebut, dampak kerusakan diperkirakan tidak separah jika terjadi di wilayah urban. Meski begitu, ancaman tsunami tetap menjadi perhatian utama.

Potensi Dampak ke Wilayah Asia Termasuk Indonesia

Dengan magnitudo sebesar itu, guncangan gempa dirasakan hingga ke Jepang, terutama di wilayah Hokkaido bagian utara. Prof. Irwan memperkirakan intensitas guncangan di wilayah tersebut bisa mencapai skala 8 hingga 9 dalam skala intensitas lokal Jepang (JMA seismic intensity scale).

"Saya terus memantau informasi dan berkomunikasi dengan kolega di Jepang. Di pantai utara Tohoku, tinggi tsunami telah mencapai 60 cm, dan di wilayah selatan sekitar 40 hingga 50 cm,” katanya.

Tsunami yang menjalar dari pusat gempa berpotensi mencapai wilayah Indonesia dalam waktu 8 hingga 10 jam. Meski kemungkinan melemah saat tiba, sistem peringatan dini tetap harus diaktifkan untuk mengantisipasi hal terburuk, terutama di wilayah Indonesia timur yang relatif dekat dengan cekungan Pasifik.

Jepang sebagai Contoh Mitigasi Bencana

Menyoroti antisipasi dari negara tetangga, Prof. Irwan juga memuji kesiapan Jepang dalam menghadapi bencana. Menurutnya, Jepang telah membangun sistem peringatan dini gempa dan tsunami yang canggih, berbasis kombinasi model matematis dan pengamatan langsung dari berbagai sensor.

“Jepang memiliki sensor tekanan dasar laut yang bisa mendeteksi tsunami sebelum mencapai garis pantai. Di pantai pun ada sensor berbasis pasang surut yang memberikan peringatan jauh lebih akurat kepada masyarakat,” jelasnya.

Prof. Irwan berharap Indonesia dapat mengadopsi teknologi serupa, disesuaikan dengan kondisi geografis dan sumber daya lokal. Mengingat Indonesia berada di cincin api Pasifik dan memiliki 13 segmen megathrust aktif, kesiapsiagaan menjadi kunci untuk mengurangi risiko korban jiwa dan kerugian materi akibat bencana alam.***

×
Berita Terbaru Update