Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Alasan Aspebindo Setuju Revisi Sistem RKAB Tambang Jadi Setahun Sekali

Sabtu, 05 Juli 2025 | Juli 05, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-07T00:25:11Z

, Jakarta - Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia ( Aspebindo ) mendukung rencana pemerintah untuk mengubah sistem pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya ( RKAB ) dari tiga tahun menjadi setahun sekali. Langkah ini dinilai mampu mendorong pengendalian produksi dan mendongkrak penerimaan negara dari sektor mineral dan batu bara.

Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho menilai sistem RKAB tahunan akan membantu menyesuaikan target produksi dengan kondisi pasar aktual. “Salah satu penyebab turunnya PNBP adalah sistem RKAB yang berlaku tiga tahun, sehingga tidak fleksibel terhadap perubahan pasar,” kata Fathul melalui keterangan tertulis, Jumat, 4 Juli 2025.

Ia mencontohkan, dalam RKAB 2025, Indonesia menargetkan produksi batu bara sebesar 900 juta ton, dengan target 600 juta ton di antaranya dialokasikan untuk ekspor. Namun, penyerapan pasar global tidak selalu mampu mengimbangi angka produksi tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan kelebihan pasokan dan berujung pada jatuhnya harga ekspor serta penurunan penerimaan negara.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan mineral dan batubara pada kuartal I 2025 tercatat sebesar Rp23,7 triliun. Nilainya turun 7,42 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Penurunan tersebut terutama dipicu oleh merosotnya harga batu bara di pasar global. Padahal, pemerintah menetapkan target PNBP minerba tahun ini sebesar Rp 124,5 triliun, lebih rendah dari capaian tahun lalu yang mencapai Rp 142 triliun.

Dengan perubahan sistem RKAB menjadi tahunan, Fathul berharap pemerintah dapat lebih adaptif terhadap dinamika harga dan permintaan pasar global. Ia menambahkan, kebijakan ini sebaiknya tidak hanya diterapkan untuk komoditas batu bara, tetapi juga nikel, bauksit, dan komoditas tambang lainnya.

“Bila produksi terkendali, harga ekspor bisa naik dan berdampak positif terhadap penerimaan negara maupun keuntungan perusahaan tambang,” ujar dia.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Komisi XII DPR RI sepakat untuk mengubah sistem pengajuan RKAB pertambangan dari tiga tahun menjadi satu kali per tahun. Kesepakatan ini mencuat dalam rapat kerja antara Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Komisi XII DPR pada Rabu, 2 Juli 2025.

Wakil Ketua Komisi XII, Bambang Hariyadi, menilai sistem RKAB tiga tahunan menyebabkan kelebihan produksi dan penurunan harga komoditas, seperti bauksit yang produksinya mencapai 45 juta ton sementara daya serap industri hanya 20 juta ton. “Kami mendorong agar sistem RKAB kembali ke tahunan agar produksi lebih terkendali,” kata dia.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyambut usulan tersebut. Ia menyoroti turunnya harga batu bara akibat ekspor Indonesia yang mencapai 600 hingga 700 juta ton, hampir separuh dari pasar global. Sistem RKAB tiga tahunan dinilai membuat pemerintah kesulitan mengendalikan produksi.

Saat ini, pengajuan RKAB diatur dalam Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2023, dengan masa berlaku tiga tahun untuk tahap produksi dan satu tahun untuk tahap eksplorasi. “Mulai hari ini, dengan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan Komisi XII. RKAB akan kita tetapkan per tahun,” ujar Bahlil.

×
Berita Terbaru Update