- Pelaku kejahatan seksual kabur saat diamankan di kantor kepolisian.
Usai kejadian, polisi segera menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap pelaku.
Pelaku berinisial FA, pria di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat ditangkap polisi atas dugaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur.
Korban dalam hal ini adalah anak dari pacar pelaku yang masih berusia 13 tahun.
Aksi bejat FH mengakibatkan gadis itu hamil.
HN (warga Jawa Barat) selaku ibu korban yang juga pacar pelaku tak terima atas kejadian itu.
Ia akhirnya memutuskan melapor ke Paguyuban Sunda di Kabupaten Teluk Bintuni.
Melansir Kompas.com , Ketua Paguyuban Sunda di Kabupaten Teluk Bintuni, Dwi Tuti Widyawati, mengatakan, ibu korban membuat laporan polisi ke Mapolda Papua Barat, berdasarkan nomor LP/B/209/VI/2025/SPKT/POLDA PAPUA BARAT, tanggal 16 Juni 2025.
“Ini sangat mengecewakan. Bagaimana mungkin pelaku kejahatan seksual terhadap anak bisa kabur saat berada dalam pengawasan? Ini bukan kelalaian kecil. Ini bentuk nyata lemahnya perlindungan hukum terhadap anak-anak,” kata Dwi, Kamis (3/7/2025).
Padahal pelaku sempat digerebek berkat kerja sama warga setelah paguyuban Sunda menerima informasi mengenai dugaan penganiayaan terhadap perempuan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
Kasat Reskrim polres Teluk Bintuni AKP Boby mengatakan bahwa laporan polisi dengan nomor LP/B/102/VI/2025/SPKT/ POLRES TELUK BINTUNI/POLDA PAPUA BARAT, tertanggal 21 Juni 2025, telah resmi diterima dan saat ini dalam proses penanganan lebih lanjut.
“Tidak ada pandang bulu dalam kasus ini. Proses hukum akan kami jalankan sebagaimana mestinya."
"Saat ini kami sedang berkoordinasi dengan Polda Papua Barat dan dinas terkait untuk pendampingan psikologis kepada korban, serta langkah-langkah lanjutan terhadap pelaku,” kata Kasat Reskrim AKP Boby Rahman, Jumat (4/7/2025).
Menurut dia, terduga pelaku sebelumnya telah diamankan di Polres Teluk Bintuni berdasarkan permintaan dari tim khusus Polda Papua Barat yang menangani kasus dugaan penganiayaan.
Namun, karena pada saat itu status hukum laporan dari Polda belum masuk tahap penyidikan, atau masih sebatas LP, sehingga belum memiliki dasar administrasi penahanan resmi terhadap pelaku.
“FA kami amankan sementara karena menunggu keesokan harinya akan dibawa ke Polda untuk proses lebih lanjut. Sayangnya, pada pagi harinya, pelaku melarikan diri sebelum proses pemberangkatan dilakukan. Saat itu juga LP tentang kekerasan seksual terhadap anak baru masuk ke Polres,” ujar AKP Boby.
AKP Boby mengakui bahwa pelaku saat itu tidak ditahan di sel, tetapi hanya diamankan dalam ruangan di polres.
Terduga pelaku kabur saat petugas tengah menjalankan ibadah subuh.
"Kami segera menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) untuk FA," katanya.
“Kami tidak akan berhenti sampai pelaku ditangkap. Kami sudah tetapkan tersangka, dan akan terus memburu hingga pelaku ditangkap kembali."
"Ini komitmen kami untuk memberikan keadilan kepada korban,” ucap Boby.
Ia juga menambahkan bahwa proses pendampingan terhadap korban terus dilakukan dengan melibatkan instansi perlindungan anak, psikolog, serta dukungan dari berbagai lembaga terkait.
Kronologi kekerasan
FA merupakan kekasih HN.
Keduanya telah hidup bersama hingga suatu ketika FA meminta anak HN yang tinggal di Jawa Barat untuk datang ke Teluk Bintuni, Papua Barat.
Mengikuti kemauan FA, HN kemudian mendatangkan anaknya pada tahun 2024.
Saat itu, FA menjemput anak itu.
Namun, dalam perjalanan, anak usia 13 tahun itu diperkosa.
"Anak ini tidak hanya diperkosa, tapi juga dipaksa melakukan aktivitas seksual menyimpang bersama pelaku dan ibunya."
"Ini trauma luar biasa yang akan membekas seumur hidup bagi korban," tutur Dwi Tuti.
Tindakan pelaku terhadap ibu dan anak ini diketahui setelah HN melarikan diri ke Manokwari kemudian melaporkan ke paguyuban Sunda di Kabupaten Manokwari.
"Kami awalnya mendapat laporan tentang seorang perempuan yang dianiaya pacarnya dan melarikan diri ke Manokwari."
"Setelah ditelusuri, kami temukan bahwa anaknya yang masih di bawah umur ternyata telah menjadi korban kekerasan seksual dan sedang mengandung,” kata Dwi Tuti.
Ia mendesak pihak Polres Teluk Bintuni untuk bekerja lebih maksimal dalam mengejar dan menangkap pelaku.
Ketua Paguyuban Sunda itu menyebut bahwa kasus ini bukan hanya kejahatan seksual terhadap anak, tetapi juga mengandung unsur penyimpangan orientasi seksual yang sangat mengkhawatirkan.
“Saya tidak ingin ada lagi anak-anak lain yang menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual."
"Kita harus jaga bersama anak-anak kita, karena mereka adalah generasi penerus bangsa,” ujarnya.