-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Gagasan Upah Sektoral Dedi Mulyadi Ditanggapi Pesimistis: Serikat Pekerja Khawatirkan Disparitas Upah

Senin, 11 Agustus 2025 | Agustus 11, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-12T17:30:32Z
KORAN-PIKIRAN RAKYAT - Usulan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait sistem pengupahan daerah yang tak lagi menggunakan skema upah minimum kota kabupaten melainkan upah sektoral atau sesuai dengan bidang industri tertentu

ditanggapi pesimistis oleh sejumlah serikat pekerja. Penerapan upah sektoral untuk menciptakan keadilan antardaerah dinilai belum bisa direalisasikan tahun ini.

Serikat pekerja menilai, skema dengan UMK yang merupakan perintah dari pemerintah pusat sudah lama diterapkan sehingga perlu waktu untuk menyesuaikan sistem pengupahan hingga akhirnya dapat diganti menjadi upah sektoral.

"Gagasan yang disampaikan oleh Pak Gubernur sebenarnya bagus kalau kondisi disparitas upah antarprovinsi dan antarkabupaten/kota tidak terlalu signifikan, fakta sekarang upah minimum masing-masing provinsi dan kabupaten/kota disparitasnya sangat besar, sehingga kalau upah sektoral secara nasional diterapkan akan menimbulkan persoalan baru," ungkap Ketua KSPSI Jabar Roy Jinto Ferianto, Minggu 10 Agustus 2025.

Menurut dia, persoalan baru tersebut terkait dengan patokan upah kabupaten kota mana yang akan menjadi dasar, apakah upah tertinggi atau upah terendah?

"Kalau yang jadi dasar acuan upah tertinggi dari buruh sudah pasti setuju, tapi kalau upah terendah sudah pasti menolak karena bagaimana dengan upahnya yang sudah di atas? Apakah akan turun atau tidak naik setiap tahunnya sampai nilai upah kabupaten yang paling rendah sama dengan yang tertinggi," kata Roy.

Roy mengatakan, gagasan gubernur ini harusnya sejak dulu diterapkan sebelum dis­paritas upah tinggi. Di Jabar saja, upah minimum pekerja Kota Banjar hanya sebesar Rp 2 juta, sedangkan tertinggi di Kota Bekasi sudah lebih dari Rp 5 juta.

"Berapa tahun Banjar bisa sama dengan Bekasi? Apakah Bekasi setiap tahun tidak akan naik upah sampai Banjar di angka Rp 5 juta?" ungkapnya.

Untuk tahun depan yang akan ditetapkan tahun ini, Roy mengusulkan upah pekerja yang rendah naik lebih tinggi. Tujuannya, agar beberapa tahun ke depan disparitas tidak terlalu tinggi. Menurut dia, skema upah sektoral bisa saja diterapkan jika pemerintah berani menetapkan dasarnya dari upah tertinggi.

Gagasan baik

Terpisah Wakil Ketua LKS Tripartit Provinsi Jawa Barat Muhamad Sidarta mengatakan, usulan upah sektoral merupakan gagasan yang baik. Gagasan gubernur tersebut pertama kali disampaikan pada pertemuan Gubernur dengan LKS Tripartit, Dewan Pengupahan dan Dewan K3 Provinsi Jawa Barat pada 29 Juli 2025 di Lembur Pakuan Subang.

"Usulan tersebut apakah bisa terealisasi tahun 2025 ini? Saya tidak yakin, karena perlu kajian mendalam dan tarik menarik kepentingan pasti terjadi. Kalau pertanyaannya apakah bisa direalisasi di masa yang akan datang. Jawabannya kemungkinan besar bisa direalisasikan karena Kang Dedi Mulyadi bagian dari partai penguasa, sepanjang untuk kebaikan dan didukung stakeholder ketenagakerjaan insyaallah gagasan gubernur tentang upah sektoral tersebut dapat direalisasikan," ungkapnya.

Diketahui UMK 2025 yang ditandatangani Penjabat Gubernur Jabar Bey T Machmudin menempatkan Kota Bekasi dengan UMK tertinggi yaitu Rp 5.690.752,95. Sementara UMK yang paling rendah sama seperti tahun sebelumnya yaitu Kota Banjar sebesar Rp 2.204.754,48.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, upah dengan sistem UMK sudah tidak rasional lagi untuk diterapkan.

"UMK harus dievaluasi kenapa? karena membuat pemerintah tidak rasional. Dimana tidak rasionalnya? Saya berikan contoh, Kabupaten Sumedang ada sebagian wilayahnya tetanggaan dengan Kabupaten Bandung. Ada tetanggaan lagi kawasan dengan Kabupaten Subang. Yang di sini sekian, yang di sini sekian tetanggaan. Purwakarta tetanggaan dengan Karawang, Bekasi tetanggaan dengan Karawang. Kemudian Bekasi tetanggaan dengan Bogor. Pabriknya dekat, upahnya bedanya Rp 500.000," ujar dia di acara Rakernas Apindo, Selasa 5 Agustus 2025.

Dedi lebih setuju upah ditetapkan sektoral tanpa membedakan wilayah. Dengan demikian, tidak perlu lagi UMK yang sarat politik. "Tidak usah membedakan wilayah lagi. Udah sektoral. Sektor kimia, energi, dan pertambangan di manapun sekian upahnya. Sektor garmen dimanapun sekian. Sektor makanan dan minuman sekian, sehingga tidak lagi upah menjadi bahan komoditi politik," ucapnya.***

×
Berita Terbaru Update