-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Puluhan Kasus Kekerasan Anak Terjadi di Bondowoso,Mayoritas Pelaku Orang Dekat

Kamis, 14 Agustus 2025 | Agustus 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-14T11:55:58Z

TRIBUNJATIMTIMUR.COM, Bondowoso - Selama enam bulan tahun 2025, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Kabupaten Bondowoso mencatat 22 kasus kekerasan terhadap anak.

Bahkan angka ini berpotensi bertambah karena belum digabungkan dengan data dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bondowoso.

“Ini murni data dari kami, belum disandingkan dengan Polres,” jelas Kabid P3A Dinsos P3AKB Bondowoso, Hafidhatullaily, Kamis (14/8/2025).

Dari 22 laporan tersebut, kasus yang tercatat meliputi kekerasan dalam rumah tangga, pencabulan, pelecehan seksual, kenakalan remaja, penelantaran, hingga satu kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Kasus TPPO yang dimaksud bermula dari seorang anak perempuan yang awalnya menjadi talent atau model di Jember. Namun, ia kemudian dibawa oleh seorang mucikari ke Situbondo dan dijadikan pekerja seks komersial (PSK).

“Oleh orang yang menampungnya di Jember, dia dijual ke lokalisasi di Situbondo,” ungkap Lely, sapaan akrab Hafidhatullaily.

Mengetahui hal tersebut, ibu korban segera melapor ke Dinsos Bondowoso. Meskipun korban awalnya bersedia menjalani pekerjaan itu karena iming-iming hadiah dan uang tunai, tim konselor Dinsos tetap melakukan upaya penyelamatan.

“Setelah melalui berbagai proses, dia berhasil kami selamatkan dan kembali bertemu orang tuanya,” kata Lely.

Ia menjelaskan, faktor ekonomi menjadi salah satu latar belakang korban terjerat TPPO. Korban merupakan anak putus sekolah yang merasa kebutuhannya tidak terpenuhi, sehingga tergiur janji mucikari yang dianggap mampu memberikan semua yang diinginkan.

“Mami yang membawanya dari Jember ke Situbondo,” tambahnya.

Berdasarkan catatan Dinsos P3AKB, sebagian besar pelaku kekerasan anak adalah orang-orang terdekat korban, seperti keluarga, tetangga, atau teman sebaya. Karena itu, pihaknya gencar melakukan sosialisasi pencegahan melalui sekolah, organisasi masyarakat, dan kelompok keagamaan.

“Kita mengisi sosialisasi anti kekerasan dan bullying,” ujar Lely.

Lely menilai, meski tingginya laporan kekerasan anak menjadi pekerjaan rumah, hal ini juga menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kepada pihak berwenang.

“Semakin banyak laporan, artinya masyarakat sudah paham bahwa kekerasan terhadap anak tidak boleh dinormalisasi,” tegasnya.

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Tribun Jatim Timur

Ikuti saluran whatsapp, klik : Tribun Jatim Timur

(TribunJatimTimur.com)

×
Berita Terbaru Update