
, Jakarta - Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong resmi melaporkan hakim yang mengadili perkaranya ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Pelaporan tersebut diwakili oleh tim penasihat hukum Tom. Sebelum menyambangi Komisi Yudisial, mereka lebih dulu melaporkan majelis hakim kasus korupsi impor gula ke Mahkamah Agung.
Majelis hakim yang dilaporkan itu terdiri dari Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua, kemudian Purwanto S Abdullah dan Alfis Setyawan selaku hakim anggota.
"Kali ini kami lebih menitikberatkan pada perilaku si majelis hakim itu sendiri, yaitu perilaku pelanggaran kode etik," kata penasihat hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, kepada awak media di Gedung KY, Senen, Jakarta Pusat pada Senin, 4 Agustus 2025.
Zaid mengklaim, selama proses persidangan, para hakim itu tidak melakukan tindakan-tindakan yang mencerminkan profesionalitas. Dia mencontohkan, misalnya hakim tidak menjunjung tinggi pencarian kebenaran materiil dalam persidangan.
"Hakim tidak ingin menggali kebenaran-kebenaran yang bisa dikatakan menguatkan posisi atau kedudukan si terdakwa," ujar Zaid. "Dia lebih cenderung terlihat ingin menyalahkan, menggiring bahkan membuat kesimpulan."
Padahal, lanjut dia, tindakan menyimpulkan itu sangat menyudutkan. Zaid menuturkan, hakim tidak boleh melakukan perbuatan seperti itu. Dia mencontohkan, hakim anggota Alfis Setyawan yang menyimpulkan bahwa Tom Lembong lah yang mengorkestasi terjadinya importasi gula serta menunjuk distributor dan perusahaan-perusahaan swasta.
"Nah disitu kesimpulan, wah ini luar biasa sekali kalau seperti ini," ujar Zaid. "Jadi kami sangat menyayangkan, makanya selain ke Mahkamah Agung, kami juga melaporkannya ke Komisi Yudisial."
Selain itu, dia memandang pertimbangan putusan perkara Tom Lembong dibuat tidak profesional. Sebab, tidak menjelaskan kausalitas tindakan terdakwa dengan timbulnya kerugian keuangan negara.
Atas laporan ini, Zaid menilai Komisi Yudisial meresponsnya dengan positif. KY akan menjadwalkan audiensi dengan Tom Lembong ihwal pelaporan tersebut.
Sebelumnya, Tom Lembong divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi importasi gula di kementerian Perdagangan periode 2015-2016. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukumnya 4,5 tahun bui dan membayar denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dia kemudian mendapatkan abolisi atau penghapusan pidana. Abolisi itu diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto, setelah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Tom Lembong akhirnya bebas dari tahanan pada Jumat, 1 Agustus 2025.